Perbedaan Fundamental Geguritan dan Tembang: Sebuah Analisis
Geguritan dan tembang adalah dua bentuk puisi tradisional Jawa yang memiliki karakteristik yang unik dan berbeda. Dalam analisis ini, akan dibahas perbedaan-perbedaan fundamental antara geguritan dan tembang, mulai dari struktur, bahasa, hingga gaya sastra yang digunakan.
A. Struktur
1. Geguritan
Geguritan merupakan jenis puisi Jawa yang memiliki struktur yang terdiri dari pupuh-pupuh tertentu. Pupuh sendiri bisa didefinisikan sebagai bagian atau bait dalam sebuah geguritan.
Contoh:
Pupuh magatru Magatru kang nita kalawan raksasa. Macan bojonegara paring edan, Aja tilar lan karuwan turing sembrana. Pupuh mijil Mijil ing pasarengan sinebeng ratu. Kancane nyekel betar-nyetar, Nginggilin kang meja pripun gunturu.
2. Tembang
Tembang juga memiliki struktur tertentu, namun tidak memakai pupuh-pupuh seperti halnya geguritan. Tembang terdiri dari beberapa baris atau bait yang mengandung isi pesan atau makna.
Contoh:
Tembang kinanti, kawula dalem negeri, Nggumantungken sejati atmi luwih sari, Sanadyan poro bumi karuduh dhudur, Rasa-rasanya wus padha nganti. Tembang pangkur, ing pasisir didandani, Supayane nyolongat lurung, tumuju kawindu, Nanging angendika panapa sami-sami, Duka lan lara judhulu nggawab endi.
B. Bahasa
1. Geguritan
Geguritan menggunakan bahasa Jawa Kuno atau Kawi dalam penulisannya. Bahasa ini sering digunakan untuk menciptakan kesan tradisional pada geguritan.
Contoh:
"Tan yaƱya kininten ri naradha Ta wilahan denira jayantra Pan Laya asta rajadarman Kusuma Kalima rodha padya."
2. Tembang
Tembang, dalam hal bahasa, menggunakan bahasa Jawa Ngoko atau bahasa sehari-hari yang lebih mudah dipahami oleh pembaca atau pendengar.
Contoh:
"Njuk njaluk rino wengi amung dadi saksi Yen sun antuk saksine ojo nglarani."
C. Gaya Sastra
1. Geguritan
Geguritan cenderung menggunakan gaya sastra yang lebih formal dan klasik. Penggunaan perumpamaan atau kiasan sering dijumpai dalam geguritan ini untuk memperkaya makna dan mendalamkan pesan yang disampaikan.
Contoh:
"Saka jro patih angsalupa Ilang-iling lan ireng-irengan.", "Lir sira-sira anggrungu Ngatara ning suket lawung."
2. Tembang
Tembang, dibandingkan dengan geguritan, memiliki gaya sastra yang lebih sederhana dan lugas. Penggunaan pengandaian atau perbandingan dalam memaparkan gagasan menjadi ciri khas tembang.
Contoh:
"Kabehe kabeh kuwi Kaloka sinuwun quandang, Hampura ngeja okar-okar segawon ing seng nganggo."
Melalui analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara geguritan dan tembang terletak pada struktur, bahasa, dan gaya sastra yang digunakan. Geguritan memiliki struktur yang menggunakan pupuh-pupuh tertentu dan menggunakan bahasa Jawa Kuno (Kawi), sedangkan tembang tidak menggunakan pupuh-pupuh dan menggunakan bahasa Jawa Ngoko atau sehari-hari. Selain itu, gaya sastra geguritan lebih formal dengan penggunaan perumpamaan atau kiasan, sedangkan tembang memiliki gaya sastra yang lebih sederhana dan lugas dengan penggunaan pendandaian atau perbandingan.
Dengan memahami perbedaan-perbedaan tersebut, pembaca dapat lebih menghargai serta memperkaya pengetahuannya dalam menghadapi dan menikmati puisi tradisional Jawa seperti geguritan dan tembang.